7 Tips Memilih Produk Ramah Lingkungan di Supermarket

7 tips memilih produk ramah lingkungan

Semakin banyak konsumen di Indonesia yang peduli dengan dampak lingkungan dari produk yang mereka beli. Data terbaru menunjukkan bahwa 40% masyarakat kini bersedia membayar lebih untuk barang ramah lingkungan, didorong oleh kekhawatiran akan perubahan iklim dan polusi.

Memilih produk yang benar-benar berkelanjutan di supermarket bisa menantang, terutama dengan maraknya greenwashing (klaim ramah lingkungan yang menyesatkan). Panduan ini akan membantu Anda mengidentifikasi pilihan yang lebih baik melalui tips praktis, mulai dari membaca label, memilih kemasan, hingga mengenal sertifikasi yang bisa dipercaya.

Perubahan kecil dalam kebiasaan belanja ternyata membawa dampak besar. Di Jakarta saja, pengurangan plastik sekali pakai telah menurunkan sampah plastik hingga 30% sejak 2024. Mari mulai dari hal sederhana: beli lebih bijak, kurangi limbah.

Memahami Label dan Sertifikasi Ramah Lingkungan

selamatkan bumi

Memilih produk ramah lingkungan di supermarket tidak sekadar melihat klaim “hijau” atau “eco-friendly” pada kemasan. Anda harus memahami label dan sertifikasi yang digunakan untuk mengidentifikasi produk berkelanjutan. Dengan maraknya greenwashing, pengetahuan ini membantu Anda membuat pilihan yang lebih bertanggung jawab.

Mengenal Logo-Logo Penting pada Kemasan

Logo pada kemasan adalah petunjuk visual cepat untuk mengidentifikasi produk ramah lingkungan. Berikut beberapa yang paling umum ditemui:

  • Organik (Organic):
    • Contoh: Indonesian Organic Alliance (IOA) atau sertifikasi IFOAM
    • Artinya: Produk bebas pestisida sintetis, pupuk kimia, dan rekayasa genetika.
    • Ciri fisik: Biasanya disertai kode sertifikasi seperti “Certified Organic” atau “100% Organik”.
  • Daur Ulang (Recycled):
    • Contoh: Global Recycling Standard (GRS) atau eRecycleMark untuk elektronik.
    • Artinya: Terbuat dari bahan daur ulang (misalnya kemasan botol plastik 30% daur ulang).
    • Simbol umum: Panah melingkar (♻) dengan persentase bahan daur ulang.
  • Cruelty-Free (Bebas Uji Hewan):
    • Contoh: Leaping Bunny atau label Indonesia Vegan Society (IVS).
    • Artinya: Tidak diuji pada hewan selama proses produksi.
    • Tanda: Logo kelinci atau tulisan “Not Tested on Animals”.
  • Vegan:
    • Contoh: Sertifikasi Vegan Society atau label “Plant-Based”.
    • Artinya: Tidak mengandung bahan hewani (susu, madu, lilin lebah).

Catatan: Beberapa produk memiliki multi-sertifikasi, misalnya “Organik + Vegan”.

Memeriksa Komposisi Bahan Produk

Selain label, baca daftar bahan untuk menghindari zat berbahaya. Berikut bahan kimia yang sering ditemui dalam produk sehari-hari dan alternatif alaminya:

Daftar Bahan Kimia Berbahaya:

  1. Parabens (Methylparaben, Propylparaben)
    • Ditemukan di: Shampoo, pelembap.
    • Risiko: Gangguan hormonal.
    • Alternatif: Cari produk berlabel “paraben-free” atau menggunakan pengawet alami (ekstrak rosemary).
  2. Sulfat (SLS/SLES)
    • Ditemukan di: Sabun, deterjen.
    • Risiko: Iritasi kulit.
    • Alternatif: Sabun berbahan dasar minyak kelapa atau gula.
  3. Phthalates
    • Ditemukan di: Parfum, plastik fleksibel.
    • Risiko: Gangguan sistem endokrin.
    • Alternatif: Produk beraroma minyak esensial (lavender, jeruk).
  4. Formaldehid (Formaldehyde)
    • Ditemukan di: Cat kuku, perekat.
    • Risiko: Karsinogenik.
    • Alternatif: Cat kuku berbasis air atau “5-free”.
  5. Microbeads (Polietilen)
    • Ditemukan di: Scrub wajah, pasta gigi.
    • Risiko: Pencemaran mikroplastik di laut.
    • Alternatif: Eksfolian alami (gula, garam, oatmeal).

Tips:

  • Produk alami biasanya memiliki daftar bahan lebih pendek dan mudah dikenali (misal: “aloe vera”, “coconut oil”).
  • Gunakan aplikasi pemindai seperti Think Dirty atau CodeCheck untuk memindai barcode produk.

Strategi Belanja Minim Sampah

Memilih produk ramah lingkungan tidak hanya soal bahan atau kemasannya, tapi juga tentang cara kita berbelanja. Dengan strategi yang tepat, kita bisa mengurangi sampah yang dihasilkan dari aktivitas belanja harian.

Membawa Tas Belanja Sendiri

Menggunakan tas belanja reusable adalah langkah sederhana yang berdampak besar. Plastik sekali pakai memerlukan waktu yang sangat lama agar dapat terurai, sedangkan tas kain dapat digunakan berulang kali selama bertahun-tahun.

Beberapa tips memilih tas belanja yang tahan lama:

  • Bahan katun atau kanvas: Lebih kuat dan mudah dibersihkan.
  • Ukuran yang sesuai: Cari yang cukup besar untuk menampung belanjaan tapi tidak terlalu besar sehingga sulit dibawa.
  • Desain simpel: Tas lipat atau yang memiliki kompartemen kecil memudahkan penyimpanan.

Tas anyaman atau goni juga pilihan bagus, tapi pastikan bahan tidak terlalu kaku agar nyaman digantung di bahu.

Memilih Produk Tanpa Kemasan Berlebihan

Beberapa produk di supermarket menggunakan kemasan berlapis-lapis padahal tidak diperlukan. Sebagai konsumen, kita bisa memilih alternatif yang lebih minim sampah. Contoh perbandingannya:

  • Sabun batang vs sabun cair:
    • Sabun cair biasanya datang dalam botol plastik + kemasan karton.
    • Sabun batang dikemas dengan cara yang sederhana, seperti hanya menggunakan kertas atau tidak dikemas.
  • Sayuran plastik vs sayuran loose:
    • Timun yang dibungkus plastik menghasilkan sampah lebih banyak.
    • Timun tanpa kemasan bisa langsung dimasukkan ke tas jaring atau wadah sendiri.

Prioritaskan produk dengan label “minimal packaging” atau yang dijual curah.

Belanja Grosir untuk Produk Kering

Membeli dalam jumlah besar mengurangi frekuensi belanja dan limbah kemasan. Beberapa produk kering yang cocok dibeli grosir:

  • Beras, gula, tepung: Beli dalam karung besar lalu simpan di wadah kedap udara di rumah.
  • Kacang-kacangan & biji-bijian: Bisa didapat di bulk store tanpa plastik.
  • Rempah-rempah: Lebih hemat beli dalam kemasan besar daripada sachet kecil.
  • Minyak goreng: Pilih botol besar daripada yang kecil (kurangi pemakaian plastik per liter).

Beberapa supermarket kini menyediakan station isi ulang untuk deterjen, sabun, dan madu. Bawa wadah sendiri agar semakin minim sampah.

Prioritaskan Produk Lokal dan Musiman

Membeli produk lokal dan musiman bukan sekadar dukungan kepada petani dan perekonomian dalam negeri, tetapi juga pilihan cerdas untuk mengurangi dampak lingkungan. Produk impor seringkali menempuh ribuan kilometer sebelum sampai di rak supermarket, sementara produk lokal hanya membutuhkan sedikit energi untuk transportasi. Selain itu, produk musiman biasanya tumbuh secara alami tanpa membutuhkan pupuk berlebihan atau energi tambahan untuk menghadirkan rasa terbaiknya.

Manfaat Membeli dari Petani Lokal: Data jejak karbon produk impor vs lokal

Studi terbaru menunjukkan bahwa produk impor, terutama yang didatangkan melalui jalur udara, menghasilkan emisi karbon 30-50 kali lebih tinggi dibandingkan produk lokal. Sebagai contoh:

  • Apel impor dari Selandia Baru:
    • Jejak karbon: Sekitar 1,2 kg CO₂ per kg buah (termasuk transportasi udara dan pendinginan).
    • Waktu tempuh: 12.000 km menggunakan pesawat.
  • Apel lokal dari Malang:
    • Jejak karbon: Hanya 0,04 kg CO₂ per kg.
    • Waktu tempuh: Kurang dari 200 km via truk.

Belum lagi dampak rantai pasokan yang lebih pendek. Produk lokal biasanya dipanen saat matang sempurna, sehingga memiliki rasa lebih baik dan nilai gizi yang lebih tinggi dibandingkan produk impor yang sering dipetik lebih awal untuk bertahan selama pengiriman.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kita dapat melihat bahwa:

  • 85% emisi karbon dari sektor pangan berasal dari transportasi dan logistik.
  • Jika masyarakat beralih ke 30% lebih banyak produk lokal, emisi gas rumah kaca dari sektor ini bisa dipangkas 12,7% per tahun.

Dengan membeli langsung dari petani lokal atau pasar tradisional, kita tidak hanya mendukung perekonomian daerah, tetapi juga memangkas emisi yang tidak perlu.

Kalender Musim Buah dan Sayuran Indonesia: Infografis sederhana tentang jadwal panen utama

Memahami musim panen buah dan sayuran membantu kita mendapatkan produk segar dengan harga lebih terjangkau sekaligus ramah lingkungan. Berikut panduan sederhana untuk produk utama di Indonesia:

Januari–Maret (Musim Hujan Dominan):

  • Buah: Durian, rambutan, manggis, alpukat, jambu biji.
  • Sayuran: Kangkung, bayam, sawi, selada (tumbuh subur di cuaca lembap).

April–Juni (Pergantian Musim):

  • Buah: Mangga, jeruk bali, salak, duku.
  • Sayuran: Kacang panjang, terong, timun (mulai panen besar).

Juli–September (Musim Kemarau):

  • Buah: Pisang, melon, pepaya, jambu air.
  • Sayuran: Cabai, tomat, bawang merah (kualitas tinggi karena intensitas matahari optimal).

Oktober–Desember (Menuju Musim Hujan):

  • Buah: Sawo, matoa, sirsak, nangka.
  • Sayuran: Kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah) dan umbi-umbian (ubi, singkong).

Dengan mengikuti kalender musiman, kita bisa memastikan buah dan sayuran yang dibeli tumbuh secara alami tanpa teknik pemaksaan panen. Bonusnya? Rasanya pasti lebih manis, renyah, dan bernutrisi tinggi.

Tip tambahan: Beberapa supermarket kini mencantumkan label “produk musiman” di rak buah dan sayuran. Cari tanda ini untuk memudahkan pilihan. Jika ragu, tanyakan pada penjual atau petani di pasar tradisional—mereka biasanya tahu produk apa yang sedang panen raya.

Alternatif Ramah Lingkungan untuk Produk Sehari-hari

Mengganti produk sehari-hari dengan versi yang lebih ramah lingkungan tidak lagi sulit. Banyak alternatif praktis tersedia dan bisa dimulai dari rumah. Material alami seperti bambu, kain, atau kaca menjadi pilihan yang lebih tahan lama sekaligus mengurangi sampah.

Pengganti Kantong Plastik untuk Penyimpanan: Contoh penggunaan beeswax wrap dan container kaca

Kantong plastik dan cling film menjadi penyumbang utama sampah di dapur. Dua alternatif berikut bisa menjadi solusi:

  1. Beeswax wrap
    • Terbuat dari kain katun yang dilapisi lilin lebah, minyak jojoba, dan damar.
    • Bisa digunakan untuk membungkus makanan seperti roti, buah, atau menutup mangkuk.
    • Cukup dibersihkan dengan air dingin dan sabun lembut, lalu dikeringkan.
    • Tahan hingga 1 tahun dengan perawatan tepat.
  2. Container kaca atau stainless steel
    • Lebih awet dan bebas bahan kimia berbahaya seperti BPA.
    • Bisa dipakai berulang kali untuk menyimpan makanan kering maupun basah.
    • Mudah dibersihkan dan aman untuk microwave.

Kedua opsi ini mengurangi ketergantungan pada plastik sekali pakai sekaligus menjaga makanan tetap segar.

Produk Pembersih Alami: Resep sederhana pembersih dari cuka dan baking soda

Bahan kimia dalam produk pembersih seringkali mencemari air dan berbahaya bagi kesehatan. Coba racikan sederhana ini:

  • Pembersih serbaguna
    • Campur: 1 cangkir cuka putih, 1 cangkir air, dan 10 tetes minyak esensial (jeruk atau tea tree oil).
    • Semprotkan pada permukaan dapur, kamar mandi, atau kaca.
  • Pembersih saluran air
    • Tuang 1/2 cangkir baking soda ke saluran, tambahkan 1 cangkir cuka.
    • Biarkan 15 menit, lalu siram dengan air panas.
  • Pembersih lantai
    • Larutkan 1/4 cangkir cuka dan 1 sdt baking soda dalam ember air hangat.

Bahan-bahan ini terjangkau, efektif menghilangkan noda, dan aman untuk keluarga serta lingkungan.

Membaca dengan Kritis Klaim Ramah Lingkungan

Tidak semua produk yang mengklaim “hijau” atau “ramah lingkungan” benar-benar berkelanjutan. Banyak perusahaan menggunakan taktik pemasaran cerdik untuk menciptakan persepsi palsu tentang produk mereka. Sebagai konsumen yang bertanggung jawab, penting untuk memeriksa klaim ini dengan kritis sebelum membeli.

Mengenali Greenwashing: Contoh klaim menyesatkan yang sering ditemui

Greenwashing adalah praktik ketika perusahaan membuat produk terlihat lebih ramah lingkungan daripada sebenarnya. Berikut beberapa tanda umum:

  • Kemasan hijau dengan gambar alam tanpa bukti konkret. Contohnya, botol plastik berwarna hijau dengan gambar daun.
  • Klaim ambigu seperti “alaminya” atau “ramah bumi” tanpa penjelasan rinci.
  • Fokus pada satu aspek ramah lingkungan sambil mengabaikan dampak negatif lainnya. Misal, produk kertas “daur ulang” yang diproduksi dengan energi tinggi.
  • Sertifikasi palsu atau tidak resmi, seperti logo “eco-friendly” yang tidak dikeluarkan oleh lembaga terakreditasi.
  • Klaim tanpa dukungan data, seperti “mengurangi emisi karbon” tanpa bukti pengurangan yang terukur.

Di Indonesia, kasus greenwashing sering ditemukan di produk-produk seperti:

  • Sabun mandi yang mengklaim “bebas bahan kimia” tetapi masih mengandung SLS.
  • Kemasan makanan berlabel “biodegradable” yang ternyata hanya terurai dalam kondisi industri.
  • Elektronik dengan stiker “hemat energi” tanpa sertifikasi Energy Star.

Memverifikasi Klaim Perusahaan: Situs-situs resmi untuk memeriksa sertifikasi produk

Sebelum mempercayai klaim ramah lingkungan, cek di platform berikut:

  1. Sucofindo (Lembaga Verifikasi Ekolabel)
    • Verifikasi klaim swadeklarasi perusahaan di situs resmi Sucofindo.
    • Contoh sertifikasi: Swadeklarasi Ekolabel Indonesia untuk produk dengan parameter lingkungan tertentu.
  2. Database Ekolabel KLHK
    • Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyediakan daftar produk bersertifikat di pusfaster.bsilhk.menlhk.go.id.
  3. Global Ecolabelling Network (GEN)
    • Daftar label ramah lingkungan internasional yang diakui di globalecolabelling.net.
  4. Ecolabel Indonesia (LEI)
    • Untuk produk kayu dan kehutanan berkelanjutan, cek di lei.or.id.
  5. Aplikasi pemindai seperti CodeCheck atau Think Dirty
    • Scan barcode produk untuk melihat komposisi dan klaim lingkungannya.

Tips tambahan:

  • Cari nama sertifikasi lengkap (misal: “SNI 7188.4:2019 untuk tekstil ramah lingkungan”).
  • Bandingkan klaim perusahaan dengan laporan tahunan keberlanjutan mereka (jika tersedia).
  • Laporkan produk mencurigakan ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) atau melalui layanan aduan KLHK.

Kesimpulan

Mengubah kebiasaan belanja tak harus rumit. Mulailah dengan langkah sederhana: bawa tas belanja sendiri, pilih produk tanpa kemasan berlebihan, dan perhatikan label ramah lingkungan. Langkah kecil Anda berkontribusi pada pengurangan sampah plastik dan emisi karbon.

Ingin lebih berdampak? Bergabunglah dengan komunitas seperti Nusantara Eco-Clubs 2025 atau ikuti program isi ulang di supermarket terdekat. Setiap pilihan membentuk masa depan yang lebih hijau.

Baca Juga : Cara Membangun Kebiasaan Positif untuk Kehidupan Lebih Baik